Sunday 6 September 2015

Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) di lereng gunung wilis.

Sebulan lebih blog ini tak tersentuh tangan saya. Untung saja blog ini bukan cewek. Nggak kebayang kalo blog ini adalah cewek dan sudah satu bulan lebih saya cuekin, pastilah sudah berpaling ke lain hati. Dalam kurun waktu yang cukup lama itu ada sebagian yang ngira kalau saya sedang sibuk menempuh perjalanan ke barat mengambil kitab suci namun itu salah. Sekitar lebih dari puluhan hari saya berada di sebuah desa di lereng gunung wilis yaitu desa Singgahan kecamatan Pulung kabupaten Ponorogo demi mengemban tugas mulia dari kampus yang tak lain dan tak bukan adalah Kuliah pengabdian masyarakat (KPM) sebenernya niat saya sih bukan murni mengabdi pada masyarakat tapi adalah sebagai syarat akhir kelulusan menjadi sarjana. KPM ini bermuatan 4 sks jadi nggak kebayang kalau sampai KPM ini gagal saya bakal jadi Mahasiswa abadi.
Desa Singgahan tempat saya KPM terletak pada perbukitan lereng gunung wilis. Udara disana sangat sejuk bahkan di siang hari sekalipun ketika Matahari terik tak terasa sedikitpun panas. Hampir pasti kemana mana saya menggenakan jaket woll panjang karena timbunan lemak di balik kulit saya tak mampu menahan hawa dingin yang menusuk sepanjang hari. Masyarakatnya pun Ramah ramah, mereka menerima kehadiran 16 mahasiswa ini dengan tangan terbuka bahkan ada juga yang meminta secara spontan untuk tetap tinggal dan dijadikan menantu.
Awalnya saya sempat nggak betah di tempat ini karena bisa dipastikan dalam sehari saya hanya berani mandi ketika Dzuhur tiba. Ketika tidur pun harus menggunakan jaket berlapis selimut dengan lapisan terluar sleeping bag agar bisa tidur nyenyak karena hawa dingin di malam hari begitu hebat. Setiap sholat subuh pun dagu dan tangan saya tak henti hentinya bergetar karena tak tahan dengan basuhan dingin air wudhu yang merasuk. Ini seperti hidup dalam kulkas daging. Hampir tiap dua hari sekali saya pulang ke rumah hingga akhirnya suatu hari dosen pembimbing lapangan saya mengecek dan memarahi saya memperingatkan bahwa kalau saya terus menerus pulang maka terancam tidak diluluskan pada KPM tahun ini dan mengulang tahun depan.
Perlahan saya mencoba menikmati setiap aktivitas yang saya lakukan di desa singgahan ini. Banyak hal hal sepele yang membuat perlahan saya betah dan tidak pulang pulang lagi ke rumah. Keramahan masyarakat, kekompakan, gotong royong, perhatian, dan yang terpenting anak gadis di desa ini cantik cantik. Maklumlah hawa sejuk udara dingin membuat kulit mereka tetap terjaga kesegaranya. Hidup di desa membuat saya merasa sangat di perhatikan. Hubungan antar tetangga terjalin erat. Setiap hari hampir pasti ada saja tetangga yang mengantar makanan ke posko kami, banyak juga yang meminjamkan bantal selimut, kami merasa sangat di perhatikan disini. Hal yang jarang saya dapatkan di perkotaan apalagi kawasan perumahan yang terkadang tetangganya kena musibah saja tidak tahu menahu dan acuh tak acuh. Pernah suatu hari ada seorang tetangga meninggal saya begitu takjub karena seorang biasa tanpa pangkat jabatan dan harta melimpah namun yang mengantarkan ke pemakaman ribuan orang melebihi seorang pejabat yang meninggal. Begitu besar solidaritas antar warga di sini.
Anak anak kecil di desa ini pun masih sangat natural dengan keluguanya. Setiap selesai shalat maghrib posko kami pasti di penuhi puluan anak anak kecil yang mengantri untuk diajarkan pelajaran esok hari. Antusiasme dan semangat belajarnya masih sangat tinggi. Hal yang sangat jarang kita temui di perkotaan yang anak seumuran SD pun kedua tanganya sudah lengket dengan smart phone yang memanjakanya dengan ratusan aplikasi menarik yang secara tidak langsung membuat sikap individualismenya memuncak dan rasa sosialismenya berkurang. Dan dampaknya mereka punya dunia masing masing yang akhirnya membangun orang berpemikiran individualis tanpa toleransi dan solidaritas kelak dewasa nanti.
16 orang dalam satu kelompok terdiri dari lima orang lelaki dan 11 perempuan. Meskipun kami satu kampus tetapi perbedaan fakultas dan jurusan membuat kami belum kenal satu sama lain, tinggi dan tebalnya tembok kampus membuat kami tak saling kenal satu sama lain, hanya mungkin ada sebagan yang merasa pernah berpapasandan pernah ngelihat wajahnya di beberapa sudut kampus. Saya menjadi orang yang paling terkenal di kelompok ini karena sebelum KPM ini berlangsung saya adalah salah satu kandidat PRESMA yang kalah dalam pemilu. Hampir dari mereka mengenali saya karena memanga dulu ketika kampanye hampir semua sudut gedung fakultas tertempel foto saya dan beberapa baner terpampang gagah di samping gerbang pintu masuk kampus. Hari demi hari kita lewati berenam belas. Beberapa hari pertama semua masih terlihat canggung. Makan masih sepiring sendiri, mandi masih antri, bahkan kentut aja nggak ada yang di loudspeaker. Namun semuanya mencair seiring berjalanya waktu. Batin kami semua mulai terikat dengan tali persaudaraan yang kuat. Kami terbangun menjadi sebuah keluarga besar yang saling mengerti satu sama lain. Misalnya ketika para cowok selesai jamaah subuh di masjid, para gadis gadis sudah menyiapkan secangkir kopi hangat yang siap dinikmati para lelaki sembari menyusun list kegiatan harian. Ketika lelaki selesai membuat list kegiatan harian sarapan pun sudah siap untuk di santap. Sifat asli kami masing masing pun mulai muncul. Misal saya yang setiap bangun tidur selalu kentut yang suaranya melebihi ledakan basoka buatan rusia, ada juga temen saya yang kentutnya nggak bersuara namun baunya seperti fermentasi bunga bangkai campur sendawa tyrex. Ada juga yang mendengkur seperti suara traktor dompeng. Dan yang terpenting pada akhirnya ada sepasang manusia yang cinlok di posko ini. Selamat ya!. Oke langsung saja ini beberapa foto foto selama saya berada di desa singgahan dalam rangka Kuliah pengabdian masyarakat. :D
 foto dengan gadis gadis yang gedenya saya yakin bakal cantik :D

 bocah itu namanya Dona, pipinya selalu berhasil bikin saya gagal pulang ketika nggak betah.

 Kerja bakti dengan masyarakat membangun lapangan Voly :D

 yang megang cangkul namanya Amin, dia yang mimpin do'a pengajian masyarakat dengan do'a masuk WC.

 percaya nggak percaya beberapa biji besi itu lebih berat dari Baby Huey yang mulai baligh

 gotong Royong mendirikan bambu petung untuk panjat pinang :D

 sekumpulan manusia yang sekarang menjadi saudara :D

 Foto bersama kamituwo ( kepala dusun) :D

 Bambu petung panjat pinang yang menghabiskan lebih seharian untuk mencapai puncaknya:D

 Foto bersama anak anak kecil dengan cita cita yang tinggi di balik kopyahnya :D

        Foto dengan Ustadzah yang berjuang tanpa tanda jasa demi pendidikan Al Qur'an di desa :D 



Meskipun rupiah sedang melemah, semangat kami untuk ngebungkusin uang demi memeriahkan HUT kemerdekaan tak pernah padam :D












2 comments:

  1. wah pengalaman yang seru mas, di lereng gunung emang pasti dingin banget ya... di tempat teman saya juga gitu, di siang bolong aja air kolam ikan kaya air es...

    ReplyDelete
  2. semangat mas, seru banget saya yang baca juga ikut seru.

    ReplyDelete