Sunday 7 September 2014

I LOVE WRITING

“Nulis”...enggak tahu kenapa ada hal menarik dibalik kata kerja itu yang bikin gue betah berjam-jam dengan pena tergenggam erat di tangan, betah berlama-lama di depan monitor laptop meskipun bercangkir-cangkir kopi sudah lenyap, kedua mata gue pun seolah sudah paham dengan aktivitas gue yang satu ini mereka tidak pernah mengeluh kelelahan meski sudah terlihat merah dan otot-ototnya semakin jelas seperti akar tunggang. Entah berapa lembar yang sudah berantakan mengisi file hardisk di laptop yang setiap hari tak pernah gue bosan membacanya berulang-ulang.
“Nulis”...itu juga yang mungkin gue jomblo setahun lebih terakhir ini. Disaat temen-temen lain sibuk dan antusias menceritakan kisah asmaranya telinga gue lah yang menjadi pendengar setia. Disaat mereka menghabiskan hari-hari yang menurut mereka begitu indah dengan pasanganya gue masih belum beranjak dari duduk dan menatap kotak hitam yang menyala di depan mata sembari menari-narikan jari-jemari gue perlahan. Disaat  jemari mereka asyik membalas pesan dari pujaan hatinya atau juga telinga mereka saling mendengar kata cinta satu sama lain gue tetap nyaman dengan secangkir kopi yang menemani dengan mug bergambar as roma favorit gue. Hati memang butuh cinta sebagai nutrisinya. Tapi gue sudah menemukan cinta yang pas untuk hati gue. Dan hati gue memilih berlama-lama di depan laptop kesayangan dan menulikan setiap ceritanya. Itu yang gue sebut cinta dan kekasih gue nggak Cuma satu tapi banyak mereka adalah laptop, pena, note, secangkir kopi, dan semuai itu selalu ada disaat gue butuhin mereka tanpa terkecuali.
“Nulis”...pernah juga dia bikin gue sakit hati bahkan putus asa akut yang bikin gue mengumpat sebal dan bersumpah nggak akan neglakuin aktivitas ini lagi. Ketika naskah gue berpuluh kali ditolak penerbit saat itu juga nulis terasa membosankan. Perlahan gue mulai memahami ketika suatu malam gue membaca blog seorang penulis terkenal yang sekarang menjadi inspirasi gue yaitu bang “Alitt Susanto”. Dia bilang”menulis akan indah jika orientasi kita prestasi bukan royalti”. Dari situ gue mulai menghargai bahwa setiap lembar yang guee hasilkan tak akan pernah ada terharga oleh uang ataupun materi lainya. Karena menulis adalah bahasa gue menulis adalah mulut gue, menulis adalah pacar gue yang paling setia. Dan mungkin gue sudah terlanjur cinta mati sama yang namanya nulis dan gue janji nggak bakal selingkuh ke lain hati, nggak bakal ninggahlin dia dan akan selalu bersamanya. Apapun alasanya. “Keep calm and still Writing”.:-)

      

2 comments:

  1. menulis memang akan lebih baik jika tidak memikirkan materi

    ReplyDelete
  2. mas rofiq, gmna caranya utk bisa di terima penerbit... ?

    ReplyDelete