Cie…yang
masih pada sibuk ngitungin angpaonya dapet berapa!, nggak malu sama kumis,
jenggot tuh udah keliaran kemana-mana, inget umur sob. Oke siang ini untuk
pertama kalinya gue posting lagi setelah hampir sebulan nggak muncul. Ya maklum
lah kemaren masih sibuk mudik dengan kondisi perjalanan kebelet boker tapi
wasir alias jalanya pelan-pelan keluar masuk padat merayap. Tapi nggak apa-apa
lah semua itu sebanding dengan amplop yang gue dapet. Agak tercengang juga
ketika sekarang gue udah memasuki usia 19 tahun ternyata masih banyak yang
ngasih THR ke gue, entah karena tampang gue pengemis atau memang itu agenda
rutin lebaran. Prediksi gue sebelumnya”semakin tua umur maka semakin tipis THR
dari orang-orang” ternyata salah. Bisa dibilang kalo dulu waktu masih unyu-unyu
gue dapet warna ijo bergambar beliau Otto Iskandar Dinata, sekarang gue dapet
warna merah gambar beliau I.r Soekarno. Memang kalo rejeki nggak bakal kemana.
Perjalanan
mudik gue nggak begitu aja berjalan mulus. sempet diwarnai beberapa insiden
yang cukup mengganggu kelancaran. Insiden awal terjadi ketika gue kebelet boker
dan udah di ujung tanduk mau nongol, mungkin tinjanya udah ciluk-ba keluar
masuk pantat. saat itu juga gue baru nyampek daerah hutan belantara kalo nggak
salah kabupaten lasem kalo nggak perbatasanya mungkin. Gue mencoba tetep stay
cool dengan mimic muka nahan boker, jadi sesekali mata gue merem-melek, hidung
gue kembang kempis, perut gue disco. Ngelihat gue kaya landak mabok duren, nyokap mulai curiga.”kenapa kamu fiq?”. Gue berusaha untuk stay cool, tapi
perut gue nggak bisa bohong lagi, seakan ketika gue mau bilang”nggak apa-apa
kok”.perut gue udah melintir usus hingga keriting.”di sekitar sini ada toilet
nggak buk?”.gue mengeluh sama nyokap.”coba aja sih berhenti”. Kami menghentikan
mobil sejenak di warung kecil pinggir jalan. Gue sempet curiga sama nih warung.
Karena logikanya ditengah hutan belantara gini ada warung kecil yang terlihat
sepi. Apa mungkin gue getok pintunya nenek gayung yang keluar minjemin
gayungnya buat gue cebok, atau kakek cangkul yang minjemin cangkulnya mendem
tinja gue dalam-dalam karena bisa merusak ekosistem dan ditakutkan gajah-gajah
pada mati habis nyium bau hina tinja gue. perlahan warung kecil ini semakin
terlihat jelas. Ada beberapa orang sedang santai menikmati segelas es teh dan
seorang perempuan paruh baya sebagai penjualnya.”buk disini ada toilet dimana
ya?”.tanya gue sopan.”wah, nggak ada mas, langsung aja ke hutan situ kalo mau
buang hajat, tapi…”.ibu penjaga warung itu mengehela nafas sejenak.”tapi kenapa
buk?”.seakan ada yang mengganjal dibalik benak ibu paruh baya ini.”tapi, angker
mas, itu dulu bekas pembunuhan PKI disitu semua kuburan masalnya”. Lanjut ibu
paruh baya itu. Seketika gue mengurungkan niat mulia gue untuk boker karena
nggak mau ambil resiko bakal kesurupan Rambo sambil ngelanjutin boker dengan
tinja berceceran dimana-mana yang akhirnya akan jadi ranjau darat berbahaya.
Sedikit
bersabar gue kembali melanjutkan perjalanan dengan kondisi udah nongol sedikit
dicelana. Sebuah sinar penuh harapan dari surga muncul ketika gue melihat
rambu-rambu bergambar spbu bertuliskan”200 m”. akhirnya setelah melalui
penantian panjang tinja gue bertemu juga dengan jodohnya yaitu closet. Tugas
mulia gue ini nggak sepenuhnya berjalan muus juga. hampir 20 menit waktu yang
gue habisin buat boker karena inilah boker perdana setelah numpuk 3 hari di
perut, sempat juga adik gue yang paling kecil gedor-gedor pintu kaya orang
kesurupan teriak-teriak.”lo boker apa kuras bak mandi sih”. Memang adik yang biadab!.
Dengan penuh rasa lega gue keluar dan membayar tariff toilet yang jelas
tertulis. Mandi = 3000 buang air = 2000. Gue mulai mencari-cari duit 2000-an di
dompet, sementara penjaga toilet dengan muka tengil voldemort terus melihati gue
dengan tatapan serem. Mungkin kepala gue bisa dimasukin paksa ke closet jika
gue nggak bayar.”kenapa mas?”. Tanya penjaga toilet melihat gue celingukan
bukain dompet.”nggak ada uang kecil pak”.memang waktu itu dompet gue hanya
berpenghuni beberapa lembar Ir. Soekarno.”udah nggak apa-apa, saya punya uang
kembalian kok”. gue keluarin duit 100rb, benar saja, penjaga toilet itu
mengeluarkan setumpuk uang dari laci meja tunggunya.”buju buset!, bisnis
toilet memang menggiurkan”. Diluar dugaan gue, mungkin tampang bapak ini kaya bang
kiwil tapi rejekinya rejeki brad pitt. Saat itu juga hati gue tergugah
mengembangkan bisnis toilet dengan slogan.”rejeki gue ada di pantat lo pade”.
Shit!.
Setelah
menunaikan tugas mulia, gue kembali ngelanjutin perjalanan karena memang
sebentar lagi juga udah nyampek, mungkin tinggal sejam lagi nyampek di kota
Tuban tercinta tempat kakek moyang gue. suasana kembali pecah ketika tiba-tiba
adek gue menjerit menangis kaya orang kesurupan. Diagnose awal gue sih memang
kesurupan atau kalo nggak gitu mungkin dia masuk angin mabok darat. Perlu tiga
orang bahkan untuk menyekap adek gue sebelum tembakan ludahnya diluncurkan ke
seisi mobil. setelah beberapa saat kemudian agak tenang, nyokap tanya ke adek
gue.”adek kenapa nagis?”. Dengan sedikit terisak-isak adek gue jawab.”aku
pengen magnum”. Anjritt! Pengen magnum aja pakek akting kesurupan segala. Gue
nggak bisa bayangin kalo dia pengin motor ninja rr mungkin dia bakal acting
jadi babon afrika mabok. Gue hentikan mobil di indomaret terdekat, dan benar
saja setelah sebuah es krim magnum yang harganya lebih mahal dari bensin 1
liter berhasil menenangkan adek gue dari gangguan jins kacang mede.
Gue
harap adek gue alias si ulil kesurupan magnum adalah insiden terakhir, tapi
ternyata bukan disitu. Kali ini masalah yang lumayan kompleks yaitu jembatan
rusak. Masalah ini semakin rumit karena gue sama sekali nggak tahu jalan
alternative dan disaat bersaman Hp gue, nyokap, dan adek jadi fakir sinyal
bahkan buat ngecek pulsa pun nggak bisa. memang rumah kakek gue masih kawasan
embargo uni eropa. Disinilah kekuatan hati berbicara. Gue memutuskan mengikuti
kata hati gue dan puter balik. Akhirnya sejam kemudian terpampang tulisan
besar.”selamat datang di kabupaten Bojonegoro”.sial! gue semakin jauh nyasar.
Beruntung sinyal Hp gue disini udah
mulai penuh. Akhirnya paman gue lah yang menjadi dewa penolong dan
berhasil membuat gue menemukan rumah kakek gue tercinta, karena sesungguhnya
gue lebih kangen sama rumahnya daripada kakeknya. Sangat berharap itu warisan
buat gue. cucu biadab!.
0 comments:
Post a Comment