Tuesday, 16 July 2013

Musik #part1


Siang-siang gini bulan puasa saya masih terjebak di kasur dan sedikitpun nggak ada niatan buat beranjak dari belaian bantal dan guling. Hal yang masih terasa nikmat ketika siang bolong di bulan puasa gini adalah ngupil sambil ngelihatin timeline mantan di facebook, tapi itu nggak bertahan lama karena baru sebentar buka profilnya udah dengan jelas terpampang relathionship with……., terpaksa karus tarik nafas sebentar dengan jari telunjuk masih asyik nyangkut dilubang hidung. untuk mengusir kegalauan itu terpikir buat nulis tentang perjalanan aneh the dzikr band, nggak pernah denger nama band itu ya?...yah…sayang padahal saya gitarisnya#narsis dikit#. Ya tanpa pernah saya sadari ada sebuah bakat terpendam dalam diri saya selain ngupil yaitu bermain music. Semua itu berawal ketika smp saya dibelikan gitar oleh om saya tercinta, dan tanpa disangka-sangka ketika pertama ngelihat gitar, chemistry kita berdua langsung nyambung, aku lihatin dia, aku mulai senyum-senyum sendiri ngelihatin bodynya, aku deketin dia, aku pegang stangnya, aku peluk tabungnya dan akhirnya kita jadian. Semudah dan segampang itu saya mahir maen gitar. Tiada hari tanpa maen gitar itu slogan saya semenjak kehadiran gitar bersejarah yang saya beri nama paijo, semakin hari semakin mahir pula jari-jari memainkannya, memetik, bahkan membantingnya. Kemana-mana pun paijo sering saya ajak, terkadang temen yang nggak tahu pasti ngira saya adalah homo karena tiap mereka tanya”lagi sama siapa?”dengan pede saa jawab”saya lagi berduaan sama paijo”.

Bakat bermusik saya semakin terasah ketika SMA. Dengan cekatan guru seni music disekolah saya mencium dan mengendus ada bakat terpendam yang saya miliki. Kejadianya waktu itu adalah ketika jam pelajaran seni musik.”anak-anak siapa yang bisa maen music?”.salah satu dari temen saya langsung maju dengan pedenya, namanya Rizki. Dia mendekat sama keyboard yang sudah tersetel rapi di depan kelas. Gayanya sungguh sangat meyakinkan layaknya Erwin gutawa. Benar saja, dia memainkan piano dengan aliran jazz, jari-jarinya terlihat sangat keriting. Sama sekali tak terlihat raut muka puas dari wajah guru seni music saya yaitu pak Syukur padahal Rizki begitu mahir memainkan keyboardnya.”ada lagi?”.saya memberanikan diri maju ke depan kelas. Dan dengan cekatan mengambil gitar dengan gaya sok cool mencoba sedikit mengutak-atik menyetem gitar.”jrangg…..jrengg….jrangg…jrengg, oke request lagu apa”lagaknya udah kaya andra dewa.”roma irama, darah muda”pak syukur spontan nyahut dengan request lagunya bang haji. Hal ini bukan kesulitan buat saya karena om saya selalu member tutorial bermusi dangdut gratis tiap hari, lo minta lagu judi? Ane jabanin.”jreng..jreng…darah muda”. Pak masykur bejoget ria didepan kelas sambil menyanyikan dengan suara mirip bang haji, anak-anak tak mau kalah ikut bergoyang, suasana kelas siang itu mendadak seperti kedatangan orkes keliling mendadak. Kejadian itu pula yang nganterin saya masuk band sekolah bersama 4 orang lain untuk mewakili sekolah pada festival music antar SMA se-kabupaten, dan semenjak saat itu pula saya merasa seperti menjadi anak angkat dari pak syukur, tiap hari dibebasin keluar masuk studio music sekolah bahkan kuncinyapun dikasih ke saya.

0 comments:

Post a Comment